JAKARTA: Kampanye nasional anti penggunaan software ilegal yang digerakkan oleh Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual sejak bulan lalu membuat perusahaan asing dan multinasional tanpa Piagam HKI cemas.
Licence Compliance Manager PT Microsoft Indonesia Anti Suryaman mengatakan hal tersebut terlihat dari banyaknya perusahaan multinasional dan asing yang meminta konsultasi alokasi peranti lunak.
"Mereka ingin memastikan bahwa peranti lunak yang digunakan kantor cabangnya di Indonesia sudah dialokasikan dengan benar oleh kantor pusat. Jangan sampai kantor pusat menggunakan software asli sementara cabangnya di Indonesia memakai yang bajakan," ujarnya, pekan lalu.
Permintaan untuk mengurus pembuatan Piagam HKI (Hak Kekayaan Intelektual) dengan bantuan Microsoft pun mengalami peningkatan.
Semakin banyak jumlah komputer dan cabangnya, maka semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus piagam HKI.
Sejak kampanye anti software ilegal diluncurkan per 1 Februari, sebanyak 150 perusahaan konsumen produk Microsoft sudah mendaftar untuk memperoleh piagam tersebut.
Anti mengatakan pihaknya membantu perusahaan baik nasional, multinasional, maupun asing yang menjadi konsumen peranti lunak Microsoft untuk mengurus Piagam HKI dengan subsidi bantuan biaya pendaftaran hingga 50%.
"Besarnya biaya pengurusan Piagam HKI tidak sebanding dengan kerugian perusahaan ketika tertangkap aparat penegak hukum menggunakan peranti lunak ilegal," ujarnya.
Aparat penegak hukum sejauh ini terus melalukan razia software ilegal ke berbagai perusahaan. Berbagai penangkapan telah dilakukan, dua di antaranya menimpa perusahaan berinisial PT IT yang bergerak di bidang engineering dan konstruksi, serta sebuah perusahaan jasa keuangan di Menteng.
Peranti lunak yang paling banyak dibajak adalah produk Microsoft, Adobe, Symantec, Autodesk, dan McAfee. Total kerugian perusahaan tersebut ketika produknya dibajak mencapai lebih dari US$1 juta.
Celah keamanan
Budi Rahardjo, pakar keamanan jaringan dari Institut Teknologi Bandung, mengatakan ketika sebuah perusahaan menggunakan peranti lunak bajakan atau ilegal, kerugian akan diterima oleh konsumen perusahaan tersebut.
"Setiap produk bajakan pasti ada cacatnya. Dalam sebuah peranti lunak, adanya cacat akan menjadi celah bagi pelaku tindak kejahatan," ujarnya.
Dia mencontohkan dalam layanan jasa keuangan, ketika perusahaan penyedia jasa menggunakan peranti lunak yang tidak aman, data nasabah dan transaksi yang dilakukan nasabah menjadi tidak aman.
Sebagai contoh, ketika bank menggunakan peranti lunak untuk transaksi perbankan online ilegal, sistem keamanan dari software itu lebih lemah dan mudah ditembus atau memiliki cacat yang akan merugikan pengguna layanan tersebut.
Oleh Fita Indah Maulani
Bisnis Indonesia